
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Deddy Pranowo Eryono, mengatakan bahwa terungkapnya kasus pencabulan terhadap 17 anak di penginapan di DIY menjadi catatan tersendiri bagi industri perhotelan.
Tak adanya regulasi yang mengatur tentang pencegahan praktik prostitusi dan perdagangan anak di dalam hotel menurutnya menjadikan tindak kejahatan tersebut rentan terjadi di dalam hotel atau fasilitas penginapan lain. Terlebih penginapan-penginapan yang belum tergabung dengan PHRI maupun asosiasi lain.
“Saat ini tidak ada regulasi yang mengatur tentang pencegahan tindak kejahatan di hotel atau penginapan, seperti larangan peredaran narkoba, prostitusi, atau perdagangan anak,” kata Deddy Pranowo Eryono saat dihubungi, Sabtu (3/6).
Saat ini regulasi yang digunakan oleh industri hotel adalah aturan dari Kementerian Pariwisata. Dalam aturan tersebut, hanya diatur bahwa manajemen hotel atau penginapan harus menghormati privasi tamunya.

Tak adanya aturan yang bisa digunakan sebagai dasar hukum hotel melakukan pengawasan, membuat hotel sering serba salah.
“Di satu sisi kami harus menghormati privasi tamu, tapi kami juga harus mencegah supaya tidak terjadi tindak kejahatan,” ujarnya.
“Misalnya ada penggrebekan karena ada aktivitas mencurigakan yang mengarah ke perdagangan anak, ternyata itu anaknya sendiri. Kan kami jadi serba salah,” lanjutnya.
Karena itu, Deddy berharap Pemda DIY bisa mengeluarkan regulasi khusus pencegahan tindak kejahatan di dalam hotel sebagai dasar hukum pihak hotel melakukan pengawasan terhadap tamunya.
Selain itu, pembinaan terhadap industri hotel dan penginapan oleh pemerintah juga perlu ditingkatkan, terutama hotel-hotel kecil non bintang yang belum tergabung dengan PHRI, sebab praktik-praktik kejahatan seringkali terjadi di hotel-hotel tersebut.
“Karena kasus-kasus seperti ini kan akan merusak citra Yogya sebagai destinasi wisata, sedangkan selama ini sama sekali tidak ada regulasi yang mengatur tentang persoalan tersebut,” kata Deddy Pranowo.

