
Dirjen Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Arianti Anaya, mengungkapkan bahwa Indonesia masih kekurangan puluhan ribu tenaga dokter spesialis. Dengan rasio 0,28:1.000, sampai saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar 30.000 dokter spesialis.
Adapun ketersediaan dokter spesialis yang ada di Indonesia saat ini baru sebanyak 51.949 orang. Artinya, kebutuhan dokter spesialis di Indonesia baru tercukupi sekitar 63 persen saja.
“Dan kalau kita lihat dengan hanya 21 penyelenggara prodi spesialis, yang lulusannya sekitar 2.700 per tahun, maka kita membutuhkan lebih dari 10 tahun untuk bisa mencapai rasio 0,28,” kata Arianti Anaya dalam Webinar ‘Urgensi Pendidikan Terintegrasi untuk Pemerataan Pelayanan Kesehatan’ yang digelar PKMK FKKMK UGM, Sabtu (8/4).
Tak hanya jumlahnya yang masih kurang banyak, sebaran dokter spesialis yang ada juga sangat tidak merata. Pasalnya, sebanyak 59 persen dokter spesialis di Indonesia berada di Pulau Jawa.
“Yang lainnya sangat sedikit untuk bisa menyebar di daerah-daerah, dan semakin sulit di daerah-daerah Indonesia bagian timur,” lanjutnya.

Di tingkat RSUD, Arianti mengungkapkan bahwa 40 persen RSUD di Indonesia masih belum memiliki 7 dokter spesialis dasar yaitu penyakit dalam, kandungan, bedah, anak, anestesi, radiologi, dan patologi klinis.
Catatan Kemenkes, satu-satunya provinsi yang RSUD-nya tidak kekurangan dokter spesialis hanya ada di DKI Jakarta.
“Artinya kan memang ada penumpukan di Jakarta yang harus kita pikirkan bagaimana kita bisa menyelesaikan,” kata dia.
Saat ini ada beberapa upaya yang menurut Arianti sedang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kekurangan sekaligus ketidakmerataan penyebaran dokter spesialis di Indonesia. Misalnya dengan program pendayagunaan dokter spesialis melalui penugasan khusus, proses pengesahan Perpres Bakti Kerja Sosial Dokter Spesialis dengan harapan dokter spesialis bisa terdistribusi dengan baik, serta penerapan Academic Health System (AHS).
“Saat ini pemerintah juga sedang melihat untuk peluangnya menggunakan skema lain, yaitu menambah sarana pendidikan dengan menggunakan rumah sakit sebagai penyelenggara pendidikan,” ujar Arianti Anaya.
Dengan diberlakukannya skema ini, harapannya penambahan dokter spesialis bisa dipercepat, mengingat prodi dokter spesialis yang ada saat ini masih sangat terbatas. Pemerintah menurut dia juga telah melakukan studi banding ke beberapa negara seperti Inggris, Amerika, Malaysia, Singapura, hingga Australia, untuk melihat bagaimana negara-negara tersebut memperbanyak jumlah dokter spesialis di negaranya.
“Ternyata memang mayoritas dari negara-negara itu memanfaatkan rumah sakit sebagai tempat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk dokter spesialis,” ujarnya.

