Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara kepada anggota parlemen di Parlemen Inggris - House of Commons melalui virtual, Selasa (8/3/2022).  Foto: REUTERS
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara kepada anggota parlemen di Parlemen Inggris – House of Commons melalui virtual, Selasa (8/3/2022). Foto: REUTERS

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara dengan Presiden China Xi Jinping, melalui telepon pada Rabu (26/4). Pembicaraan selama satu jam ini adalah yang pertama kalinya berlangsung antara kedua pemimpin sejak Rusia meluncurkan serangan ke Ukraina.

Dikutip dari AFP, hal tersebut dikonfirmasi secara langsung oleh Zelensky dalam sebuah cuitan di Twitter. “Saya melakukan panggilan telepon yang panjang dan bermakna dengan Presiden Xi Jinping,” bunyi cuitan Zelensky.

Dia menyebut, panggilan telepon ini merupakan sebuah gestur yang baik dan menjadi awalan dari peningkatan hubungan antara Kiev dan Beijing.

“Saya percaya bahwa panggilan ini — serta penunjukan Duta Besar Ukraina untuk China, akan memberikan dorongan kuat untuk pengembangan hubungan bilateral kita,” sambung dia.

Menurut juru bicara Zelensky, Sergiy Nykyforov, kedua pemimpin berdiskusi via telepon selama hampir satu jam dan Xi menganjurkan diadakan kembalinya negosiasi perdamaian dalam menyelesaikan konflik dengan Rusia.

Panggilan Telepon Inisiatif Ukraina

Secara terpisah, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Yu Jun, dalam sebuah konferensi pers juga membenarkan hal itu.

“Zelensky telah mengatakan berulang kali bahwa ia akan terbuka untuk melakukan pembicaraan dengan mitranya dari China, dan panggilan telepon pada hari Rabu diprakarsai oleh pihak Ukraina,” terang Yu.

Media lokal China, CCTV, melaporkan selama panggilan telepon berlangsung, Xi menekankan kepada Zelensky tentang pentingnya pembicaraan dan negosiasi sebagai satu-satunya jalan keluar dari perang.

Presiden Tiongkok Xi Jinping menghadiri pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin di Moskow, Rusia, 20 Maret 2023. Foto: Sputnik/Sergei Karpukhin/Pool
Presiden Tiongkok Xi Jinping menghadiri pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin di Moskow, Rusia, 20 Maret 2023. Foto: Sputnik/Sergei Karpukhin/Pool

“Dalam isu krisis Ukraina, China selalu berdiri di sisi perdamaian dan posisi intinya adalah mendorong pembicaraan damai,” demikian laporan CCTV, mengutip pernyataan Xi.

Lebih lanjut, transkrip panggilan telepon menunjukkan Xi mengatakan bahwa China tidak akan ‘menonton’ konflik yang terjadi dari sisi lain, atau ‘menuang minyak tanah’ ke dalam api — apalagi mengambil kesempatan dari krisis ini demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Pemimpin Partai Komunis China itu kemudian menyinggung soal ancaman nuklir nyata yang dapat berdampak kepada umat manusia dalam jangka panjang, jikalau konflik tak kunjung diselesaikan.

“Ketika menghadapi isu nuklir, semua pihak yang berkepentingan harus tetap tenang dan menahan diri, benar-benar fokus pada masa depan dan nasib mereka sendiri dan seluruh umat manusia, serta bersama-sama mengelola dan mengendalikan krisis,” imbau Xi.

China Bakal Kirim Delegasi ke Ukraina

Sebagai bentuk dorongan atas terwujudnya negosiasi damai, China juga mengatakan hendak mengirim delegasi dan utusan khusus dari pemerintahan Partai Komunis ke Ukraina, dengan tujuan untuk menemukan penyelesaian konflik politik tersebut.

Selama ini, Beijing bersikeras bahwa pihaknya menyikapi konflik Rusia dan Ukraina secara netral.

Di sisi lain, Xi juga tidak pernah mengecam tindakan Presiden Vladimir Putin — tetapi dia terus menerima tekanan dari negara-negara Barat agar dapat turun tangan dan menjadi penengah dalam konflik yang sudah berlangsung sejak Februari 2022 itu.

Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Oval Office Gedung Putih di Washington, AS, Rabu (21/12/2022). Foto: Leah Millis/REUTERS
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Oval Office Gedung Putih di Washington, AS, Rabu (21/12/2022). Foto: Leah Millis/REUTERS

Sebagai langkah awalan menjadi penengah, Kementerian Luar Negeri China pada Februari lalu — beberapa hari sebelum peringatan satu tahun invasi Rusia di Ukraina, mengeluarkan sebuah proposal berisi 12 poin perdamaian.

Proposal itu menyerukan penyelesaian krisis secara politik serta menegaskan kembali posisi China sebagai pihak netral, seraya mendesak kedua belah pihak untuk duduk dan melakukan negosiasi damai.

Poin pertama yang disebutkan dalam proposal China menggarisbawahi bahwa kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas teritorial semua negara harus ditegakkan secara efektif.

“Beijing meminta Rusia dan Ukraina untuk melanjutkan perundingan damai, dengan menyatakan bahwa dialog dan negosiasi adalah satu-satunya solusi yang dapat dilakukan,” bunyi proposal itu.

Selain menyerukan negosiasi antara Rusia dan Ukraina, pihak Beijing juga menyerukan dunia untuk turut mendukung terwujudnya upaya perdamaian itu sendiri.

Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping selama pertemuan di Kremlin di Moskow, Rusia, 20 Maret 2023. Foto: Sputnik/Sergei Karpukhin/Pool
Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping selama pertemuan di Kremlin di Moskow, Rusia, 20 Maret 2023. Foto: Sputnik/Sergei Karpukhin/Pool

“Komunitas internasional harus tetap berkomitmen pada pendekatan yang tepat untuk mendorong pembicaraan perdamaian, membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk membuka pintu menuju penyelesaian politik sesegera mungkin, dan menciptakan kondisi-kondisi dan platform-platform untuk dimulainya kembali negosiasi,” demikian kutipan isi proposal tersebut.

Banyak pemerintah Barat memandang skeptis proposal perdamaian yang diajukan China, yang dinilai justru lebih condong ke arah Rusia.

Salah satunya adalah pemimpin NATO, Jens Stoltenberg, yang berargumen Beijing tidak memiliki cukup kredibilitas sebagai penengah, lantaran ketidakmampuannya untuk ikut mengutuk invasi Rusia di Ukraina.

Kritik itu pun dipertajam oleh kunjungan persahabatan Xi ke Moskow untuk menemui Putin, usai proposal perdamaian diajukan.

Kala itu, banyak pihak yang menunjuk fakta soal Xi telah bertemu dengan Putin tetapi tidak menelepon Zelensky, sebagai bukti bahwa China bukanlah pengamat yang tidak memihak siapa pun — seperti yang diklaim olehnya selama ini.

Gerbang Fakta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *