
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, tak merekomendasikan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk impor KRL bekas dari Jepang. Ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenko Marves, Septian Hario Seto.
Seto menjelaskan, acuan pemerintah berdasarkan hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang tidak merekomendasikan KCI melakukan impor KRL. Hasil audit BPKP menyebut rencana impor KRL bekas tidak memenuhi kriteria.
“Ada beberapa alasan teknis disampaikan BPKP terkait alasan impor KRL PT KCI ini juga kurang tepat, karena ada beberapa unit sarana yang sebenarnya masih bisa dioptimalkan penggunaannya,” ujar Seto di Gedung Kemenko Marves, Jakarta, Kamis (6/4).
Alasan Impor KRL Bekas dari Jepang Tak Direstui
Impor KRL bekas dari Jepang tidak direkomendasikan lantaran adanya peraturan baru berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
“Nah Ini ada PP No. 29/2021 yang di sini dikutip oleh BPKP bahwa impor barang modal bukan baru ini bisa dilakukan jika ini belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri. Sementara kita kan sudah ada industri (PT INKA),” kata Seto.
BPKP menilai, KRL bekas yang diimpor dari Jepang itu tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru. Apalagi saat ini fokus pemerintah saat ini adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan juga mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor yaitu untuk tujuan pengembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali.
Biaya Impor KRL Bekas dari Jepang Dinilai Tidak Akurat
Seto mengungkapkan salah satu temuan BPKP atas hasil audit adalah estimasi biaya. Hasil audit BPKP menunjukkan hitung-hitungan biaya pengadaan impor KRL tidak sesuai.
“Ini yang bisa diestimasi reliable BPKP adalah biaya pengadaan dari Japan Railway. Terkait kewajaran biaya handling dan transportasi Jepang ke Indonesia yang diajukan PT KCI tidak bisa diyakini karena perhitungan tidak sesuai survei harga, hanya berdasarkan harga pengadaan biaya impor KRL di 2018 ditambah 15 persen,” imbuh Seto.
BPKP juga telah melakukan klarifikasi dengan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo. Kontainer yang tersedia berukuran 20 feet dan 40 feet, sehingga pengangkutan dan pengiriman kereta harus menggunakan kapal kargo.

Hal ini bisa menyebabkan penambahan biaya yang harus diestimasi dengan akurat. “Mungkin itu asumsinya inflasi ya 5 persen per tahun, dinaikkan 3 tahun terakhir. Ini yang dari review BPKP menyampaikan kemungkinan besar tidak akan akurat karena ada kebutuhan terkait dengan kapal kargo tersendiri,” tuturnya.
Seto juga meminta PT KCI untuk meninjau operasi dan sistem perawatan untuk menjamin keselamatan dalam sarana, khususnya teknologi yang sudah tua.
“Ini yang kita minta kepada PT KCI, dan terakhir retrofit bisa dilakukan,” pungkas Seto.

