
Menko Polhukam Mahfud MD menyoroti maraknya akun-akun buzzer di media sosial yang kerap digunakan untuk menggiring opini tertentu. Mahfud menyebut, selama ini buzzer-buzzer bayaran itu sering diidentikkan dengan pro-pemerintah, padahal tidak begitu.
Buzzer itu Orang yang Dibayar,
"Buzzer Rp itu buzzer rupiah, orang yang dihimpun dan dibayar. Biasanya itu ditujukan yang punya buzzer itu yang mendukung pemerintah, lalu siapa [saja] yang bela pemerintah dibilang (dituduh) buzzer bayaran. Tapi sebenarnya buzzer bayaran itu juga banyak yang anti-pemerintah," kata Mahfud di UIN Jakarta, Selasa (23/5).
"Dan itu liar juga. Bicara tanpa fakta juga. Kadang kala bikin berita-berita yang tidak benar, sengaja dibelokkan," lanjutnya.

Menurut Mahfud, saat ini, pihak mana pun bisa memiliki dukungan dari buzzer. Asalkan punya dana untuk membayar para buzzer tersebut.
"Sekarang urusannya duit, siapa yang bayar. Sehingga tidak bisa kalau saudara katakan buzzer selalu kelompok pendukung pemerintah. Mungkin saja, saya tidak tahu, saya sungguh tidak tahu apa ada buzzer yang dibayar pemerintah, mungkin saja [ada] tapi bukan saya yang bayar. Saya tahu dua-duanya ada, yang oposisi dan pro pemerintah ada buzzer-nya," ungkap Mahfud.
Ia lalu menjelaskan perbedaan antara akun buzzer dengan media mainstream. Media mainstream, kata Mahfud, punya penanggung jawab yang bisa meralat dan meminta maaf sesuatu aturan yang berlaku jika berita yang mereka produksi salah. Sedangkan akun buzzer tidak.
"Akn-akun gelap yang jadi tempat bermainnya buzzer itu sampai tahun kemarin, 2022, itu jumlahnya 800 ribu. Seribu [media mainstream] lawan 800 ribu [akun buzzer]. Dan ini [buzzer] bikin berita saja seenaknya," tutupnya.

