
Harga emas membukukan kenaikan mingguan keempat berturut-turut, bertahan di kisaran USD 2.000. Direktur PT Laba Forexindo berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) jadi pemicu naiknya harga emas.
"Emas kembali ke USD 2.000 per troy ounce selama 24 jam terakhir tetapi ditutup dari level tertinggi pada hari Jumat karena Indeks Dolar, yang mengadu mata uang AS terhadap enam mata uang utama, termasuk euro dan yen, naik untuk pertama kalinya dalam seminggu," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/3).
Perencana Keuangan Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho, mengatakan harga emas akan terus naik selama kondisi perbankan AS belum membaik. Karena ketika terjadi krisis moneter, masyarakat cenderung untuk memindahkan investasinya ke instrumen yang lebih terjamin seperti emas.
“Jadi memang sudah hukum alam di dunia keuangan, kalau terjadi gejolak di perbankan yang bisanya naik value-nya adalah instrumen seperti emas. Ini sepanjang krisis belum ada titik terang atau tanda-tanda perbaikan, masyarakat akan pindahkan aset ke instrumen emas yang terjamin,” kata Andy pada kumparan, Minggu (26/3).
Menurut Andi, investasi emas merupakan instrumen yang aman, karena nilainya hampir selalu berangsur-angsur naik dan tidak dipengaruhi fluktuasi instrumen lain. Seperti saham dan reksadana misalnya. Pada masa krisis dan ancaman resesi, emas logam mudah untuk diperjualbelikan.
Namun, Andy berpendapat harga emas di Indonesia akan mengikuti pergerakan harga emas global. Ia mengatakan krisis perbankan di AS sering kali pengaruhnya tidak terlalu besar di Indonesia.
“Seperti runtuhnya SVB (Silicon Valley Bank) itu tidak terlalu berpengaruh ke Indonesia, itu Ibu Menteri Keuangan juga sudah menegaskan, karena pelanggan mereka kebanyakan orang AS sendiri. Jadi fluktuasi emas saya rasa tidak se-drastis di Amerika,” jelasnya.