
Semburan api yang muncul di Rest Area KM 86 Tol Cikampek-Palimanan (Cipali) di Kabupaten Subang, Jawa Barat, dilaporkan tak kunjung padam selama tiga pekan sejak akhir April 2023. Penyebab fenomena ini masih terus diselidiki oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Api tersebut muncul pertama kali ketika sejumlah pekerja sedang menggarap perbaikan saluran air. Namun air tiba-tiba keluar disusul gas dari lubang galian tersebut.
Semburan api di Rest Area KM 86 Tol Cipali disebut Badan Geologi Kementerian ESDM sebagai fenomena biasa yang umum terjadi. Iwan Sukma, penyelidik Bumi dari Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi, mengatakan fenomena itu bukan disebabkan oleh adanya kebocoran pipa gas, tapi karena Jawa Barat bagian utara merupakan wilayah produksi minyak yang cukup besar.
"Fenomena yang terjadi ini dugaan sementara penyebabnya adalah bukan dari pipa Pertamina melainkan karena adanya kebocoran atau rembesan gas yang ke luar dari permukaan di daerah ini," kata Iwan dalam keterangannya, seperti dikutip Antara.
Analisis lanjutan yang dilakukan Badan Geologi Kementerian ESDM menduga bahwa semburan gas tersebut berasal dari gas biogenik purba yang terperangkap di lapisan tanah. Gas tersebut kemudian terlepas kembali ke permukaan ketika galian dilakukan.
"Semburan gas pada lokasi rest area KM 86B kemungkinan besar berasal dari gas biogenik Formasi Cisubuh berumur Pliocene sampai Pleistocene," demikian keterangan resmi Badan Geologi.
Pliocene merupakan era 5,3 juta hingga 2,6 juta tahun yang lalu, sementara Pleistocene berasal dari 2,58 juta tahun hingga 11.700 tahun yang lalu.
Semburan api itu berasal dari sumur bor artesis yang digunakan sebagai sumur air tanah dengan kedalaman antara 40 sampai 100 meter. Kawasan itu berada dekat dalam radius dua kilometer dengan sumur eksplorasi gas aktif Pertamina EP, dan termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Pamanukan, Jawa Barat.
Ada sumur PSJ-P1 dan PJN-P1 di dekat area semburan api tersebut. Sumur PJN-P1 punya kedalaman maksimal 1.076 meter, dan di sekitarnya terdapat zona yang memiliki potensi penghasil dan penyimpan gas. Formasi itu diinterpretasikan sebagai Formasi Cisubuh yang berumur Pliosen hingga Pleistosen.

Secara geologi, lokasi sumur berada pada satuan batuan alluvium asal vulkanik batu pasir tuffaan dan konglomerat yang berumur kuarter. Adapun batuan penyusun di bawah satuan lapisan aluvial tersebut, mengacu pada Peta Geologi Lembar Bandung adalah Formasi Citalang berumur Pliosen atas, Formasi Kaliwangu berumur Pliosen bawah, dan Formasi Subang berumur Miosen akhir.
Satuan batuan tersebut tersingkap di daerah Subang dan sekitarnya dan menerus di bawah permukaan hingga lokasi sumur berada.
Lokasi semburan berada pada antiklin berarah relatif barat sampai timur yang termasuk dalam Lapangan Pasirjadi. Sumur berada di puncak antiklin yang cukup besar dan ditutupi oleh lapisan aluvial vulkanik yang cukup tipis sekitar 200 meter.
Karakteristik puncak antiklin merupakan zona lemah dan umumnya mengalami peretakan maupun perekahan, sehingga memungkinkan gas biogenik maupun termogenik dari formasi di bawahnya (Formasi Cisubuh) untuk dapat menyusup keluar.
Formasi Cisubuh dan formasi di bawahnya memiliki zona-zona bright spot yang berpotensi mengandung gas biogenik maupun termogenik yang memiliki tekanan yang dapat berpotensi menyemburkan gas bila kestabilan batuan penutupnya (endapan kuarter dan vulkanik) terganggu, baik oleh faktor alami maupun aktivitas manusia.
Batuan kuarter dan vulkanik yang dapat menahan keluarnya gas pada daerah semburan relatif tipis sekitar 200 meter dan rentan terhadap potensi semburan.
Badan Geologi akan mengambil sampel gas untuk menentukan karakteristik gas tersebut agar bisa menentukan sumber gasnya. Hal ini perlu dilakukan terkait dengan durasi dan besarnya semburan gas yang diperlukan untuk penanganan semburan serta antisipasi risiko di kemudian hari.

