
Media dan budaya, dua hal yang saling berkesinambungan yang sering menuai kontroversi. Bagi beberapa pihak, media dianggap sebagai musuh dari budaya karena dominasi budaya barat yang bisa mengikis eksistensi budaya lokal. Penawaran dari media kontemporer yang menyajikan budaya populer dan modern seringkali dianggap bertentangan dengan eksistensi dan nilai dari budaya lokal.
Meskipun demikian, media menjadi sebuah hal yang tidak bisa dihindari dan dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Media menjadi alat untuk berkomunikasi, mendapatkan informasi terbaru, dan sebagai alat untuk mengekspresikan diri. Setelah munculnya pandemi COVID-19, penggunaan media digital menjadi masif dan digunakan sehari-hari.
Jika dilihat secara umum, media bisa menjadi sebuah platform netral yang bisa digunakan untuk banyak kegunaan termasuk mengenalkan budaya lokal ke kancah nasional maupun internasional. Perkembangan media tidak hanya terbatas pada media massa, namun juga pada media sosial yang lebih dinamis dan bisa digunakan oleh semua orang. Setiap orang bisa berpartisipasi dalam media sosial dalam komunikasi dua arah.
Ketika eksistensi budaya lokal mulai terkikis, maka perlu adanya adaptasi untuk mengenalkan dan mempertahankannya. Dengan menggunakan media terutama media sosial, maka akan bisa menjangkau lebih banyak orang untuk mengenalkan dan menjaga budaya lokal itu sendiri.
Beberapa budaya berhasil untuk dikenalkan ke kancah internasional seperti batik, angklung, atau gamelan Jawa dengan menggunakan platform media digital seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Budaya lokal ini didistribusikan dengan cara yang menarik seperti ditampilkan pada musik video, lagu, atau video kreatif. Sebagai contoh, lagu Lathi oleh Weird Genius yang mengenalkan bahasa Jawa dan baju tradisional jawa atau lagu dangdut yang didominasi oleh kebudayaan melayu membuat budaya lokal bisa diakses oleh siapa pun baik secara nasional atau internasional.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 87 tahun 2021 tentang Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan yang menjelaskan tentang empat upaya dalam usaha pemajuan kebudayaan yang meliputi perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
Bentuk perlindungan dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi. Pengenalan budaya lokal dengan media bisa menjadi bentuk publikasi dan pemeliharaan budaya lokal yang sudah ada.
Dalam hal ini, ada beberapa poin agar publikasi budaya lokal melalui media bisa berjalan secara efektif:
1. Dilakukan oleh Semua Pihak Terkait
Publikasi ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau instansi cagar budaya, namun juga bisa dilakukan oleh pelaku budaya atau masyarakat yang menjalankan budaya itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan budaya secara detail sehingga bisa menarik atensi masyarakat. Dengan masyarakat adat atau pelaku budaya yang membuat konten dapat memberikan informasi yang lebih detail dan sesuai dengan budaya yang ada.
2. Dikemas dalam bentuk Menarik
Publikasi budaya lokal tidak harus dibuat dalam bentuk dokumenter, namun bisa dikemas dalam bentuk yang lebih ringan seperti konten a day in my life, fun fact, atau konten interaktif. Dengan mengemas dalam bentuk yang ringan maka informasi akan lebih mudah untuk diterima dan dipahami oleh audiens.
Budaya lokal juga bisa digabungkan dengan produk media kontemporer seperti musik video, podcast, hingga video reels. Cara ini sudah dilakukan oleh beberapa kreator dan menghasilkan produk yang viral di masyarakat seperti viralnya lagu Runtah yang berbahasa sunda atau lagu Cintamu Sepahit Topi Miring yang berbahasa jawa.
3. Promosi yang Menarik
Bentuk promosi untuk mengenalkan budaya bisa menggunakan cara marketing yang digunakan untuk memasarkan produk. Promosi tidak hanya berbentuk pemberitahuan video atau pengenalan konten budaya secara langsung namun bisa menggunakan cara soft selling dengan memasukkan produk budaya ke konten kreatif atau dengan bantuan promotor seperti influencer untuk mengenalkan budaya lokal indonesia.
4. Perlu Bantuan dari Pemerintah
Meskipun publikasi pada media sosial bisa dilakukan secara independen oleh masyarakat yang melakukan budaya tersebut, perlu adanya bantuan dari pemerintah untuk mempublikasikan konten tersebut terutama pada daerah-daerah yang masih belum memiliki akses teknologi yang baik. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu melakukan kontrol agar informasi yang dipublikasikan bukan informasi yang salah.
Dengan adanya bantuan dari pemerintah, maka akses masyarakat adat akan lebih terbuka sehingga publikasi budaya lokal di Indonesia bisa dilakukan secara efektif dan lebih luas hingga ke kancah internasional.
Dengan adanya publikasi budaya melalui media terutama media sosial, diharapkan eksistensi budaya lokal bisa tersorot dan dikenal oleh publik. Sehingga media bukan lagi menjadi alat yang mengikis budaya lokal namun menjadi alat untuk mengenalkan dan mengajarkan budaya lokal Indonesia pada generasi muda.