Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) tiba untuk memberikan klarifikasi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/3/2023).  Foto: Fianda Sjofjan Rassat/ANTARA
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) tiba untuk memberikan klarifikasi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/3/2023). Foto: Fianda Sjofjan Rassat/ANTARA

ICW mempertanyakan klarifikasi yang dilakukan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, yang akrab disapa Eddy, atas aduan dugaan gratifikasi Rp 7 miliar.

ICW menilai klarifikasi itu disebut janggal karena laporan baru masuk tiga hari, terlebih klarifikasi dilakukan secara inisiatif. Beberapa hari sebelumnya, ia dilaporkan oleh Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.

Pada 20 Maret 2023, Eddy menyambangi KPK untuk melakukan klarifikasi atas laporan dugaan tindak pidana korupsi terhadap dirinya. Hal itu diakuinya dilakukan atas inisiatif sendiri.

Namun bagi ICW itu justru mengundang tanya. Janggal.

"Bagi kami, forum klarifikasi itu terlihat janggal. Bagaimana tidak, Eddy baru dilaporkan pada 14 Maret 2023. Ini mengartikan, jika mengikuti tanggalan hari kerja, praktis baru tiga hari KPK menerima laporan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Eddy," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/3).

Pertanyaan lebih lanjut, kata dia, apakah KPK sudah mendalami laporan tersebut? Logika yang benar, KPK harusnya menelaah di bagian pengaduan masyarakat terlebih dahulu, kemudian menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan.

"Bukan malah langsung mendengar klarifikasi dari pihak terlapor," ungkap Kurnia.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) tiba untuk memberikan klarifikasi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/3/2023).  Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) tiba untuk memberikan klarifikasi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/3/2023). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

"Lagipun, apa alas hukum yang digunakan oleh KPK untuk membenarkan tindakan klarifikasi Eddy dan mendengarkan keterangannya, jika laporannya saja diduga belum didalami?" tambah Kurnia.

Atas kejanggalan itu, ICW mendesak KPK dapat bertindak objektif dalam penanganan perkara ini. Jika setelah didalami ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK harus menaikkan status penanganan perkaranya ke tingkat penyelidikan.

ICW bahkan mendorong Dewan Pengawas KPK, sebagai fungsi kontrol, agar benar-benar mencermati secara serius penanganan perkara ini.

"Hal tersebut penting agar proses hukumnya berjalan tanpa campur tangan pihak manapun," pungkas Kurnia.

Eddy diadukan ke KPK Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso beberapa waktu lalu. Aduan tersebut terkait dugaan penerimaan uang Rp 7 miliar.

Sugeng menjelaskan bahwa pemberian uang itu terkait dalam tiga peristiwa. Pertama, pada April dan Mei 2022. Saat itu melalui asistennya, YAR, Prof Eddy disebut menerima Rp 4 miliar.

Pemberian tersebut, kata Sugeng, berkaitan dengan seorang bernama HH yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen Eddy. Belum diketahui konsultasi hukum apa yang dimaksud.

"Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan Saudara ini [YAR] namanya ada di sini [bukti transfer]," ungkap Sugeng beberapa waktu lalu.

Sugeng menyebut, melalui perintah Eddy, YAP dan HH kemudian membangun komunikasi.

Peristiwa kedua, lanjut Sugeng, adalah pemberian dana tunai yang disebut terjadi pada Agustus 2022 sebesar Rp 3 miliar. Diberikan dalam bentuk mata uang dolar AS.

"Yang diterima tunai oleh juga asisten pribadi YAR, di ruangan Saudara YAR. Diduga atas arahan Saudara Wamen EOSH, Agustus," terang Sugeng.

Pemberian dilakukan oleh HH selaku Direktur Utama PT Citra Lampian Mandiri (CLM).

"Pemberian tersebut diduga dikaitkan dengan permintaan bantuan pengesahan badan hukum dari PT CLM untuk disahkan oleh AHU [Administrasi Hukum Umum]," ungkap Sugeng.

Terkait laporan ini, Sugeng juga sudah dimintai klarifikasi oleh KPK.

Laporan Sugeng ini sudah dibantah Eddy. Eddy menegaskan, bahwa Yogi Ari Rukmana [YAR] yang disebut Sugeng sebagai perantara uang, bukan ASN. Itu adalah hubungan profesional.

Sehingga bagi Eddy, dugaan gratifikasi dilaporkan Sugeng adalah fitnah.

"Ini adalah Yogi Ari Rukmana, dia adalah asisten pribadi yang melekat pada saya. Dia menjadi asisten pribadi saya, sebelum saya menjadi Wamenkumham, dan dia tidak berstatus sebagai Aparat Sipil Negara, juga tidak berstatus sebagai PPNPN atau P3K," kata Eddy kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Senin (20/3).

Gerbang Fakta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *