Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers penahanan Hakim Yustisial Edy Wibowo di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers penahanan Hakim Yustisial Edy Wibowo di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

KPK menyebut handphone (HP) salah satu pimpinan dan pegawai KPK diretas. Peretasan ponsel itu disampaikan plt juru bicara KPK, Ali Fikri.

Ali tidak menyebut ponsel siapa yang diretas dan data apa yang diambil. Namun dalam keterangannya, Ali menyinggung soal informasi tentang KPK yang beredar belakangan ini di media sosial yang diklaimnya sebagai hoaks. Ali tak menjelaskan lebih lanjut.

"Saat ini sedang terjadi, sejak (10/4) pagi ponsel salah satu pimpinan KPK dan pegawai sedang di-hack," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/4).

Informasi yang dihimpun, Pimpinan KPK yang dimaksud ialah Firli Bahuri. Namun, KPK belum mengkonfirmasi soal hal tersebut.

Ali hanya menyebut bahwa peristiwa peretasan ini masih ditangani sistem IT KPK bekerja sama dengan Kemenkominfo.

Ali tidak menyebut dampak dari hack ponsel pimpinan tersebut. Ia hanya mengimbau masyarakat tidak agar tidak mempercayai begitu saja informasi yang tersebar.

"Akhir-akhir ini begitu banyak beredar informasi yang mengatasnamakan pimpinan ataupun insan KPK lainnya. Namun, setelah dilakukan cross check ternyata tidak benar," klaim Ali.

Ketua KPK Firli Bahuri memberika keterangan pers penahanan Bupati Mamberamo Tengah, Papua, Ricky Ham Pagawak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (20/2). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Ketua KPK Firli Bahuri memberika keterangan pers penahanan Bupati Mamberamo Tengah, Papua, Ricky Ham Pagawak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (20/2). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Firli Dilaporkan ke Dewas Terkait Bocornya Dokumen Rahasia

Firli Bahuri dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan kebocoran dokumen penyelidikan sebuah perkara. Dewas masih memproses laporan tersebut.

Dokumen yang dimaksud ialah dokumen penyelidikan terkait dengan kasus dugaan korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM. Diduga, dokumen rahasia tersebut bocor hingga bisa ke tangan pihak yang berperkara.

Mantan Kasatgas Penyelidikan KPK yang juga sempat dikenal sebagai Raja OTT, Harun Al Rasyid, menilai kebocoran tersebut berbahaya.

Hal tersebut bukan tanpa sebab. Dokumen yang bocor diduga mirip dengan Laporan Hasil Penyelidikan. Laporan ini, berisi keterangan dari pihak-pihak yang pernah dimintai keterangan. Selain itu, dari dokumen tersebut, berisi potensi orang-orang yang akan dijadikan sebagai saksi.

Konsekuensinya, lanjut dia, bisa saja saksi kunci bisa disingkirkan. Dari dokumen tersebut juga, bisa diketahui siapa saja orang yang memberikan keterangan berbeda yang mengungkap kasus yang tengah diselidiki oleh KPK.

Kebocoran ini kemudian berujung adanya pelaporan terhadap Firli Bahuri. Ketua KPK itu dinilai terlibat dalam dugaan kebocoran itu.

Dewas KPK masih mempelajari adanya potensi pelanggaran etik terkait peristiwa tersebut. Namun, apakah ada kemungkinan pelanggaran pidana juga?

Ahli hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai perlu ada kajian mendalam terlebih dulu untuk menelisik adanya unsur pidana tersebut.

Bila kemudian penanganan perkara menjadi terhambat, menurut dia, maka bisa saja diterapkan pasal dalam UU Tipikor mengenai upaya menghalangi penyidikan.

"Harus dikaji, apakah pembocoran tersebut berakibat pada terhambatnya penyidikan atau pembocoran menimbulkan tercemarnya nama baik seseorang," papar Agustinus kepada wartawan, Jumat (7/4).

"Kalau tujuannya untuk menghambat maka merupakan obstruction of justice yang diancam pidana berdasarkan Pasal 21 UU Tipikor," imbuhnya.

Berikut bunyi Pasal 21 UU Tipikor:

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)

Sejumlah mahasiswa dari berbagai organisasi mahasiswa membawa poster saat berunjuk rasa menolak sikap Ketua KPK Firli Bahuri yang secara sepihak memecat Direktur Penyelidikan (Dirlidik) KPK Brigjen Pol Endar Priantoro di Gedung Merah Putih KPK. Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
Sejumlah mahasiswa dari berbagai organisasi mahasiswa membawa poster saat berunjuk rasa menolak sikap Ketua KPK Firli Bahuri yang secara sepihak memecat Direktur Penyelidikan (Dirlidik) KPK Brigjen Pol Endar Priantoro di Gedung Merah Putih KPK. Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto

Dewas Harus Berani Usut

Dewan Pengawas KPK diminta berani menegakkan etik terkait dengan kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan. Dokumen tersebut ditemukan di Kantor Kementerian ESDM saat penyidik KPK melakukan penggeledahan terkait kasus korupsi Tunjangan Kinerja (Tukin) di Kementerian ESDM.

Tindakan tegas dinilai perlu dilakukan oleh Dewas KPK terkait temuan tersebut. Peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman, menilai bukti terkait temuan itu sudah sangat kuat. Bahkan terdokumentasikan dalam bentuk rekaman audio dan video, beredar luas di media sosial.

"Soal dugaan kebocoran dokumen penyelidikan, ya kali ini dugaan kebocoran tersebut didukung oleh alat bukti yang sangat kuat, berupa video pengakuan dari seseorang yang mengatakan memiliki dokumen tersebut dari orang yang lain, orang yang mendapatkannya dari Firli Bahuri," kata Zaenur kepada wartawan, Selasa (11/4).

"Atas informasi tersebut maka yang pertama dilakukan adalah Dewas ya, menegakkan kode etik dan disiplin insan KPK," sambung Zaenur.

Dia mengatakan, penegakan etik tersebut berdasarkan Peraturan Komisi (Perkom) Dewas KPK nomor 1, 2, dan 3 yang dikeluarkan pada 2020. Dia berharap Dewas bisa menindak tegas temuan dugaan pelanggaran etik kali ini. Sebab, buktinya sudah sangat kuat.

"Dewas selama ini dianggap tidak cukup tegas, semoga kali ini Dewas bisa tegas. Meskipun kita tidak bisa begitu banyak berharap," kata Zaenur.

Dokumen laporan MAKI ke Polda Metro Jaya terkait dugaan kebocoran dokumen penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian ESDM. Foto: MAKI
Dokumen laporan MAKI ke Polda Metro Jaya terkait dugaan kebocoran dokumen penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian ESDM. Foto: MAKI

MAKI Laporkan Oknum KPK ke Polda Metro soal Dugaan Bocor Dokumen Penyelidikan

Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan oknum KPK ke Polda Metro Jaya terkait dugaan kebocoran dokumen hasil penyelidikan kasus korupsi di Kementerian ESDM. Laporan tersebut dilayangkan pada 7 April 2023.

"Surat laporan sudah diterima anggota piket Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Bripda Suranta," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat dikonfirmasi, Minggu (9/4).

Dalam laporannya, MAKI melampirkan satu bundel, perihal laporan dugaan membocorkan dokumen hasil penyelidikan KPK perkara dugaan korupsi tunjangan kinerja Kementerian ESDM. Bonyamin tak menyebut oknum KPK yang dia laporkan.

Bagi Boyamin, tindak pidana pembocoran dokumen penyelidikan ini disebut sudah termasuk tindakan menghalangi penyidikan. Juga melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan komunikasi sama pihak berperkara, membuka informasi yang dikecualikan, membocorkan rahasia intelijen serta membocorkan surat dan keterangan yang dirahasiakan.

Untuk menguatkan laporannya, MAKI mengajukan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Kepala Biro Hukum ESDM sekaligus Plh Dirjen Minerba Muhammad Idris Froyoto Sihite dan mantan Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro sebagai saksi.

Gerbang Fakta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *