Kepadatan calon penumpang saat menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Senin (13/3/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kepadatan calon penumpang saat menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Senin (13/3/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Direktur Utama KAI Commuter, Suryawan Putra Hia, menanggapi rencana retrofit alias upgrade teknologi Kereta Rel Listrik (KRL) Tokyo Metro 6000 dan Tokyo Metro 05.

Ini dilakukan sebagai langkah antisipasi untuk meningkatkan keandalan armada dan opsi dari kebijakan yang masih berpolemik saat ini, rencana impor KRL bekas dari Jepang.

“Itu merupakan langkah antisipasi, untuk meningkatkan keandalan KRL kita. Sehingga, nanti layanannya baik. Kalau ada gangguan, ketersediaannya (suku cadang) cukup,” katanya dalam Diskusi Publik Instran, Kamis (13/4).

PT Industri Kereta Api (INKA) sebelumnya mengungkapkan rencana retrofit KRL KAI Commuter dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR yang turut dihadiri PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia. Sarana yang bakal dimodernisasi adalah Tokyo Metro 6000 dan Tokyo Metro 05.

Trainset Tokyo Metro 6000 yang dipilih, adalah yang menggunakan teknologi chopper. Rangkaian tertua dengan teknologi ini adalah 6105-6005, dengan umur lebih dari 40 tahun. Berdinas sejak 1970-an di jalur Chiyoda, KRL ini didatangkan oleh PT Kereta Commuter Jakarta di tahun 2013.

Sementara, Tokyo Metro 05 mulai beroperasi di tahun 1988 di jalur Tozai. Kereta ini didatangkan pertama kali oleh PT Kereta Commuter Jakarta di Agustus 2010.

Hasil revisi BPKP mengenai rencana impor KRL bekas dari Jepang. Foto: Dok. Istimewa
Hasil revisi BPKP mengenai rencana impor KRL bekas dari Jepang. Foto: Dok. Istimewa

“Tokyo Metro seri 6000 (dan Tokyo Metro 05), masih menggunakan teknologi Chopper untuk propulsinya, jadi untuk propulsi penggerak KRL model lama, di situ juga ada teknologi GTO, masih memungkinkan diganti dengan VVVF-IGBT lewat retrofit” jelasnya.

“Salah satu yang menjadi alasan kemarin KAI Commuter berkeinginan untuk mendatangkan kereta, teknologinya semakin obsolete. Usia teknologinya sudah cukup tua, dan komponen suku cadang sudah enggak ada. Kemudian, ketika gangguan, propulsinya di chopper ini enggak bisa diperbaiki,” sambungnya.

Retrofit ini akan dilakukan dengan jangka waktu 16 bulan. Diharapkan, umur kereta bisa bertambah 10 tahun. Komponen yang akan dilakukan penggantian adalah DC Chopper menjadi VVVF inverter, motor generator menjadi Static Inverter (SIV) dan motor DC menjadi AC.

“Untuk body car-nya bagaimana? Nanti akan ada pemeriksaan, bahkan ada pengukuran segala macam, termasuk keretakan segala macam. Untuk framenya, fatigue atau enggak pasti dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum dilakukan retrofit,” terangnya.

Opsi Retrofit Bisa Meningkatkan Tarif KRL

Peneliti Pusat Kajian Perubahan Iklim dan Pembiayaan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Agunan Samosir, mengatakan opsi retrofit ini bisa mempengaruhi tarif dari Public Service Obligation (PSO).

"Ternyata kalau retrofit, itu harganya Rp 8-11 miliar. Lah ngapain retrofit kalau seperti itu. Ini semua pasti memberikan dampak ke PSO," tambahnya.

Secara teori dan praktik, tambah Agunan, sebenarnya tujuan PSO adalah memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan KRL Jabodetabek. Semestinya, hal itu yang harus menjadi acuan utama pemerintah dalam mengambil kebijakan saat ini.

"Saya tidak bisa bayangkan kalau pelayanan KRL menurun, dari kenyamanan, keamanan, dan ketepatan waktu. Masyarakat praktis akan kembali ke kendaraan pribadi. Dampaknya kita yang paling merasakan, kemacetan itu mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar," pungkasnya.

Reporter: Rizki Fajar Novanto



Gerbang Fakta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *